Sarang Mafia, Turis ke Sisilia Diminta Hindari ‘Segitiga Kematian’
Jakarta, Pafi Indonesia — Sarang Mafia, Italia menjadi primadona bagi wisatawan. Bagaimana tidak? Negara itu kaya akan kilang-kilang anggur tua yang melegenda dan kuliner daerah yang terkenal di seluruh dunia, pizza.
Namun, ada salah satu daerah Italia, yang selain menyimpan harta karun bagi wisatawan, rupanya juga memiliki sisi kelam. Daerah ini bahkan menjadi tempat yang paling dihindari bagi siapa pun yang bepergian ke Italia.
Segitiga Kematian, sebuah kawasan dekat Ibu Kota Sisilia, Palermo, Italia, yang meliputi Kota Bagheria, adalah sarang mafia yang mengerikan dan brutal.
Bahkan nama daerah tersebut berasal dari tahun 1980-an, ketika mafia melakukan serangkaian aksi pembunuhan di kawasan Bagheria, Casteldaccia, serta Altavilla Milicia, dekat daerah tersebut.
Melansir dari South China Morning Post, hingga hari ini Bagheria, yang berpenduduk sekitar 50 ribu jiwa, masih menjadi benteng Mafia Sisilia, yang dikenal oleh penduduk lokal dengan nama Cosa Nostra.
Dahulu, kota ini menjadi sorotan ketika para mafia Cosa Nostra menyiksa dan membunuh korban mereka secara brutal di sebuah pabrik paku terpencil dan terbengkalai. Mayat-mayat korban mereka lalu dilarutkan dalam asam klorida.
Saat ini, pergerakan mafia di sana menjadi lebih tertutup. Namun, meski tak banyak terjadi pertumpahan darah seperti dahulu kala, mereka tetap memegang kendali ketat atas wilayah tersebut.
“Bagheria masih merupakan kota mafia,” kata seorang aktivis dari pusat anti-mafia, Pio La Torre, di Palermo.
Warisan suram kelompok ini masih terlihat dengan sangat jelas, terbukti dari bangunan-bangunan yang tampak merusak keindahan mata.
“Dari pegunungan hingga lautan, kota ini tertutup beton,” lanjut aktivis tersebut. Banyak bisnis-bisnis di sana yang masih membayar “pizzo” atau uang jaminan keamanan yang diperas oleh mafia.
Cara Mafia Beroperasi di Sisilia Telah Berubah Sejak Tahun 1990-an
Tak hanya melakukan pembunuhan, penyiksaan, dan aksi pemalakan, mafia di sana juga menguasai perdagangan narkoba di Bagheria, sehingga, kota tersebut harus berjuang melawan angka kemiskinan yang tinggi
Perkembangan Bagheria telah diluluhlantakkan oleh mafia. Meskipun kota itu berusaha keras untuk mempengaruhi kelompok tersebut, dengan cara meminta orang-orang menolak membayar pizzo hingga menyita properti milik mafia, hampir tidak mungkin untuk menghilangkan akar organisasi yang sudah terlanjur mengakar itu.
“Mafia merasa betah di sini,” ucap aktivis itu lagi.
Setelah Perang Dunia II, mafia mulai fokus pada penjualan properti, berharap mendapatkan uang secara cepat dengan menjual bangunan beton yang jelek.
Diperkirakan dua juta bangunan ilegal telah didirikan di Sisilia, sebuah praktik yang disebut masyarakat sebagai abusivismo edilizio (konstruksi yang kejam), dalam bahasa Italia. Dari setiap 100 bangunan di Sisilia yang didirikan secara ilegal, terdapat 48 bangunan tanpa izin di antaranya.
Cara mafia beroperasi di Sisilia dan di wilayah lainnya di Italia telah berubah sejak 1990-an,
dan Cosa Nostra telah kehilangan sebagian besar kekuasaan mereka, kata para ahli. Akibatnya, kini lebih sulit untuk mendeteksi aktivitas mereka. Alih-ali pertumpahan darah, kini petinggi mafia fokus pada kejahatan keuangan dan menyusup ke sendi-sendi perekonomian.
“Saat ini, inti bisnis mereka adalah perdagangan narkoba dan pemerasan,
yang dapat mereka lakukan secara mandiri,” ucap aktivisme Pio La Torre.
Ratusan ribu orang di kota-kota besar di Italia turun ke jalan setiap tahunnya untuk berdemonstrasi melawan mafia. Di tempat lain, pusat-pusat anti-mafia seperti Pio La Torre dan individu lainnya mencoba melawan mereka dengan fokus terhadap pemberdayaan pemuda,
mengorganisasi publikasi, atau menolak membayar pizzo.
Namun, bagi banyak orang, aksi-aksi pemberantasan tersebut telah lama berakhir dengan kepasrahan. Sebuah survei oleh pelajar Italia yang ditugaskan Pio La Torre mengungkapkan bahwa hanya satu dari lima orang yang percaya mafia dapat dikalahkan.